Berita Aneh - Di beberapa negara telah melegalkan ganja atau mariyuna untuk keperluan medis. Bahkan di Amerika Serikat, zat aktif dalam ganja dikemas dan dijual dalam bentuk minuman ringan yang digemari kaum muda.
Clay Butler, pengusaha minuman ringan asal California baru-baru ini memproduksi minuman bersoda yang mengandung Tetrahydrocannabinol (THC) berkadar 35-65 mg/botol. THC merupakan bahan aktif dalam daun ganja yang memiliki efek halusinogenik atau menyebabkan seseorang berhalusinasi.
Dalam dunia medis, THC sering dimanfaatkan sebagai obat meski di sebagian besar negara legalitasnya masih kontroversial. Selain sebagai halusinogenik, THC juga dipakai untuk mencegah Alzheimer, mengatasi nyeri Arthritis dan mengatasi depresi.
Namun seperti halnya rokok, menghisap ganja untuk mendapatkan efek THC juga bisa memicu kanker. Menurut penelitian, beberapa racun dalam asap ganja bisa menyebabkan kanker paru-paru dan tenggorokan.
Terinspirasi dari efek samping asap ganja, Butler akhirnya menghadirkan rasa dan khasiat ganja itu dalam bentuk minuman bersoda. Butler berencana meluncurkan produknya ke pasar mulai Februari dengan harga US$ 10 hingga US$ 15 atau sekitar Rp 90.000 hingga Rp 135.000/botol.
Nama dagang yang dipakai Butler sebagai merek minumannya adalah Canna Cola, diambil dari nama Latin ganja yaitu Cannabis sativa. Sayangnya karena regulasi atau aturan tentang legalitas ganja berbeda di setiap negara, produk ini hanya akan dipasarkan di California dan tidak mungkin dibawa ke luar negeri.
Di California, mengemas ganja ke dalam minuman ringan sebenarnya bukan hal baru. Soda rasa ganja sudah banyak dijual, namun hanya dalam skala kecil sementara Butler mengklaim Canna Cola sebagai produk pertama yang diproduksi dalam skala industri.
Clay Butler, pengusaha minuman ringan asal California baru-baru ini memproduksi minuman bersoda yang mengandung Tetrahydrocannabinol (THC) berkadar 35-65 mg/botol. THC merupakan bahan aktif dalam daun ganja yang memiliki efek halusinogenik atau menyebabkan seseorang berhalusinasi.
Dalam dunia medis, THC sering dimanfaatkan sebagai obat meski di sebagian besar negara legalitasnya masih kontroversial. Selain sebagai halusinogenik, THC juga dipakai untuk mencegah Alzheimer, mengatasi nyeri Arthritis dan mengatasi depresi.
Namun seperti halnya rokok, menghisap ganja untuk mendapatkan efek THC juga bisa memicu kanker. Menurut penelitian, beberapa racun dalam asap ganja bisa menyebabkan kanker paru-paru dan tenggorokan.
Terinspirasi dari efek samping asap ganja, Butler akhirnya menghadirkan rasa dan khasiat ganja itu dalam bentuk minuman bersoda. Butler berencana meluncurkan produknya ke pasar mulai Februari dengan harga US$ 10 hingga US$ 15 atau sekitar Rp 90.000 hingga Rp 135.000/botol.
Nama dagang yang dipakai Butler sebagai merek minumannya adalah Canna Cola, diambil dari nama Latin ganja yaitu Cannabis sativa. Sayangnya karena regulasi atau aturan tentang legalitas ganja berbeda di setiap negara, produk ini hanya akan dipasarkan di California dan tidak mungkin dibawa ke luar negeri.
Di California, mengemas ganja ke dalam minuman ringan sebenarnya bukan hal baru. Soda rasa ganja sudah banyak dijual, namun hanya dalam skala kecil sementara Butler mengklaim Canna Cola sebagai produk pertama yang diproduksi dalam skala industri.