Komputer jinjing netbook sempat jadi primadona pada 2008. Bentuk mungil, bobot ringan, dan harga bersahabat. Tapi netbook tak mendukung dari sisi performa, banyak orang dibuat sakit hati saat memakainya.
Produsen komputer Dell asal Amerika Serikat, kali pertama menyatakan diri berhenti memproduksi netbook pada Desember 2011. Langkah Dell diikuti produsen lain, seperti Samsung, Sony, Toshiba, dan Hewlett Packard (HP).
Asus menyusul pada September 2012 untuk berhenti memproduksi netbook seri Eee PC yang memakai prosesor Intel Atom pada akhir 2012. Acer dan Micro-Star International (MSI) juga berencana tak merilis produk netbook lagi.
Performa! Inilah alasan utama netbook mulai ditinggalkan. Ia hanya dibekali prosesor Intel Atom yang sebenarnya agak kewalahan jika dipakai membuka aplikasi yang memakan banyak memori. Ditambah lagi jika membuka banyak aplikasi, sangat lama bahkan hang.
Papan ketik (keyboard) yang mini juga jadi salah satu alasan seseorang menghindari netbook, ia hanya mendukung pekerjaan mengetik dan produktivitas skala kecil.
Ukuran dan resolusi layar netbook tak mendukung grafis beresolusi tinggi. Jangan harap netbook mampu memainkan game kelas berat atau memutar video HD. Layar kecilnya membuat mata cepat lelah.
Terlebih jika dipakai untuk membuka browser internet, ruang halaman situs web banyak terpotong oleh toolbar dan status bar browser. Ini sungguh menyiksa bagi orang tua, mereka harus melihat dalam jarak dekat agar bisa membaca teks.
Kebanyakan netbook hanya beresolusi 1.024x600 pixel. Dengan resolusi itu pengguna tak bisa menjalankan Windows 8, karena sistem operasi terbaru Microsoft ini butuh resolusi layar minimum 1.366 x 768 pixel.
Eksistensi netbook mulai dipertanyakan sejak kemunculan komputer tablet pada 2010 lalu. Permintaan netbook di negara maju mulai turun. Pasar potensialnya diarahkan ke negara berkembang macam Indonesia untuk segmen pasar menengah ke bawah. Tak sedikit warga Indonesia yang membeli netbook sebagai komputer pertama dan utama.
Tapi, di Indonesia, pengiriman komputer pribadi (personal computer/PC) mulai menurun pada kuartal 2 tahun 2012. Menurut lembaga riset IDC Indonesia, melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat membuat segmen korporat menunda pembelian perangkat komputer, sejumlah proyek publik pun ikut tertunda.
Digempur Tablet
Di tengah menurunnya pasar komputer, masyarakat kelas menengah Indonesia punya idola baru, yaitu komputer tablet.
Menurut riset IDC Indonesia, pada kuartal 2 tahun 2012 pengiriman tablet ke Indonesia mengalami kenaikan sekitar 100 persen dibandingkan kuartal pertama.
Sementara di kuartal 3 tahun 2012, pertumbuhan tablet mencapai 50 persen.
Analis Pasar IDC Indonesia Darwin Lie memprediksi, total pengiriman tablet di tahun 2012 mencapai 1,3 juta unit, dan masih didominasi oleh tablet bersistem operasi Android sebesar 80 persen.
Netbook tak mampu berdiri melawan gelombang pasang tablet. Apalagi tablet menawarkan sensasi baru dalam berkomputasi, dengan navigasi layar sentuh dan tersedia slot kartu SIM yang memungkinkan pengguna terus terkoneksi internet, di manapun dan kapanpun.
Pesona netbook juga dihantam komputer jinjing kategori baru. Sejak 2011 lalu dunia mulai mengenal kategori ultrabook. Ia punya ciri khas bentuk yang tipis, ringan, dan layar besar. Tapi tetap memiliki performa tinggi. Kategori yang dipelopori Intel ini telah dibekali prosesor Intel Core i3 hingga Core i7.
Harga ultrabook di pasaran saat ini bisa disebut mahal, tapi lambat laun harganya akan turun. Tanda-tanda itu sudah terlihat, karena kompetisi perangkat komputer semakin ketat. Mau tak mau produsen akan menawarkan harga yang kompetitif.
Ada pula komputer jinjing kategori baru yang memadukan fungsi tablet dan ultrabook.
Produsen komputer Dell asal Amerika Serikat, kali pertama menyatakan diri berhenti memproduksi netbook pada Desember 2011. Langkah Dell diikuti produsen lain, seperti Samsung, Sony, Toshiba, dan Hewlett Packard (HP).
Asus menyusul pada September 2012 untuk berhenti memproduksi netbook seri Eee PC yang memakai prosesor Intel Atom pada akhir 2012. Acer dan Micro-Star International (MSI) juga berencana tak merilis produk netbook lagi.
Performa! Inilah alasan utama netbook mulai ditinggalkan. Ia hanya dibekali prosesor Intel Atom yang sebenarnya agak kewalahan jika dipakai membuka aplikasi yang memakan banyak memori. Ditambah lagi jika membuka banyak aplikasi, sangat lama bahkan hang.
Papan ketik (keyboard) yang mini juga jadi salah satu alasan seseorang menghindari netbook, ia hanya mendukung pekerjaan mengetik dan produktivitas skala kecil.
Ukuran dan resolusi layar netbook tak mendukung grafis beresolusi tinggi. Jangan harap netbook mampu memainkan game kelas berat atau memutar video HD. Layar kecilnya membuat mata cepat lelah.
Terlebih jika dipakai untuk membuka browser internet, ruang halaman situs web banyak terpotong oleh toolbar dan status bar browser. Ini sungguh menyiksa bagi orang tua, mereka harus melihat dalam jarak dekat agar bisa membaca teks.
Kebanyakan netbook hanya beresolusi 1.024x600 pixel. Dengan resolusi itu pengguna tak bisa menjalankan Windows 8, karena sistem operasi terbaru Microsoft ini butuh resolusi layar minimum 1.366 x 768 pixel.
Eksistensi netbook mulai dipertanyakan sejak kemunculan komputer tablet pada 2010 lalu. Permintaan netbook di negara maju mulai turun. Pasar potensialnya diarahkan ke negara berkembang macam Indonesia untuk segmen pasar menengah ke bawah. Tak sedikit warga Indonesia yang membeli netbook sebagai komputer pertama dan utama.
Tapi, di Indonesia, pengiriman komputer pribadi (personal computer/PC) mulai menurun pada kuartal 2 tahun 2012. Menurut lembaga riset IDC Indonesia, melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat membuat segmen korporat menunda pembelian perangkat komputer, sejumlah proyek publik pun ikut tertunda.
Digempur Tablet
Di tengah menurunnya pasar komputer, masyarakat kelas menengah Indonesia punya idola baru, yaitu komputer tablet.
Menurut riset IDC Indonesia, pada kuartal 2 tahun 2012 pengiriman tablet ke Indonesia mengalami kenaikan sekitar 100 persen dibandingkan kuartal pertama.
Sementara di kuartal 3 tahun 2012, pertumbuhan tablet mencapai 50 persen.
Analis Pasar IDC Indonesia Darwin Lie memprediksi, total pengiriman tablet di tahun 2012 mencapai 1,3 juta unit, dan masih didominasi oleh tablet bersistem operasi Android sebesar 80 persen.
Netbook tak mampu berdiri melawan gelombang pasang tablet. Apalagi tablet menawarkan sensasi baru dalam berkomputasi, dengan navigasi layar sentuh dan tersedia slot kartu SIM yang memungkinkan pengguna terus terkoneksi internet, di manapun dan kapanpun.
Pesona netbook juga dihantam komputer jinjing kategori baru. Sejak 2011 lalu dunia mulai mengenal kategori ultrabook. Ia punya ciri khas bentuk yang tipis, ringan, dan layar besar. Tapi tetap memiliki performa tinggi. Kategori yang dipelopori Intel ini telah dibekali prosesor Intel Core i3 hingga Core i7.
Harga ultrabook di pasaran saat ini bisa disebut mahal, tapi lambat laun harganya akan turun. Tanda-tanda itu sudah terlihat, karena kompetisi perangkat komputer semakin ketat. Mau tak mau produsen akan menawarkan harga yang kompetitif.
Ada pula komputer jinjing kategori baru yang memadukan fungsi tablet dan ultrabook.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori News And Fact
dengan judul 2013, Tahun Kematian Netbook. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://juriseo.blogspot.com/2013/01/2013-tahun-kematian-netbook.html.
Ditulis oleh:
Juri Seo
Belum ada komentar untuk "2013, Tahun Kematian Netbook"
Posting Komentar